Selamat Datang

Mari berbagi ilmu, saling melengkapi. jika ada kesalahan saling membenahi.

Selasa, 09 Juni 2015

Stilistika



MAKALAH STILISTIKA


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Stilistika
Dosen pengampu: Peny Nur Hidayati, S. Pd.








Oleh :
Johan Edy Raharjo
( 0921104090 )
PBSI 2009 R/D





SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 
STKIP PGRI PONOROGO
2011




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Di dalam poses kehidupan ini, setiap manusia mempunyai pemikiran-pemikiran yang cemerlang dan beraneka ragam. Ide-ide itu muncul di setiap benak mereka yang mau berpikir. Di berbagai bidang kehidupan masing-masing, salah satunya dalam dunia sastra. Para sastrawan memuangkan ide-ide kreatifnya dalam bentuk tulisan. Dalam menuangkan karya sastra ke dalam bentuk tulisan tidak lepas dari style atau gaya. Para pengarang mempergunakan gaya bahasa dalam mengungkapkan ide atau gagasannya dalam bentuk tulisan untuk mendapat hasil yang lebih baik dan kaya akan makna yang terkandung didalamnya. Penggunaan gaya bahasa, citraan, pemilihan kata serta pengolahan kata dalam bentuk kalimat dalam karya sastra bisa dipahami melalui stilistika. Stilistika sebagai cabang ilmu sastra yang meneliti gaya (style) dalam karya sastra.
Gaya bahasa sering juga disebut majas banyak dijumpai dalam karya sastra, dengan digunakannya majas, pencitraan dan pengolahan kata yang tepat untuk menuangkan ide kreatif pengarang akan menggambarkan sesuatu yang tepat dan lebih mendalam sehingga akan menampilkan ide tertentu sesuai dengan gagasan dan pemikirannya.

B.     Rumusan masalah
a.       Apa yang dimaksud stilistika?
b.      Ada berapa macam pencitraan?
c.       Apa fungsi gaya bahasa?
C.    Tujuan
a.       Untuk mengetahui tentang pengertian stilistika.
b.      Untuk mendeskripsikan macam-macam pencitraan.
c.       Untuk mendeskripsikan fungsi gaya bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Stilistika
Stilistika atau stylistics (bahasa Inggris) adalah ilmu tentang style. Sedangkan stilistiak menurut Rene Wellek dan Austin Warren, mencakup semua teknik yang dipakai untuk tujuan ekspresi tertentu, dan meliputi  wilayah yang lebih luas dari sastra atau retorika. Sedangkan Sudiro Satoto mendefinisikannya sebagai bidang linguistik  yang mengemukakan teori dan metodologi pengkajian dan penganalisisan formal sebuah teks sastra, termasuk dalam pengertiannya yang extended. Extended artinya suatu sifat pandangan yang mencakup  bidang kajian yang menggunakan bahasa sebagai unsur penting dan menerima teori linguistik sebagai sesuatu yang amat relevan.
Pada hakikatnya dapatlah dipahami style sebagai sarana kebahasaan yang dipergunakan pengarang  (penyair) dalam pengucapannya. Dengan kata lain, style dapat disepakati sebagai sebuah sarana retoris; sebagai cara mengekspresikan keindahan, sebagai bentuk mengungkapan sesuatu yang akan dikemukakan.
Style sesungguhnya ditandai  oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti  dalam pemilihan diksi, sstruktur kalimat, bahasa figuratif, penggunaan penanda kohesi, perlambangan, metafora, dan lain-lain. Penulisan karya sastra tidak terlepas dari persoalan style. Style itu ditulis pengarang memang untuk tujuan estetis, dan dalam konteks kesastraan  dilakukan untuk menuansakan estetika sebuah karya. Beberapa pengertian gaya (style) sebagaimana dikemukakan Enkwist dalam Umar Junus yang menyebutkan terdapat enam pengertian gaya :
a.       Bungkus yang membungkus inti pemikiran atau pernyataan yang telah ada sebelumnnya;
b.      Pilihan antara brbagai-bagai pernyataan yang mungkin;
c.       Sekumpulan ciri-ciri pribadi;
d.      Penyimpangan daripada norma atau kaedah;
e.       Sekumpulan ciri-ciri kolektf;
f.       Hubungan antara satu bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas daripada sebuah ayat;
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa style itu merupakan gaya bahasa termasuk didalamnya pilihan gaya pengekspersian  seseorang pengarang untuk menuangkan apa yang dimaksudkan yang  bersifat individual dan kolektif

B.     Pencitraan
Citraan didasarkan pada pengalaman kelima indera. Kelima indera itu meliputi (a) citraan penglihatan (visual), (b) citraan pendengaran (auditoris), (c)  citraan gerak (kinestietik), (d) citraan rabaan ( taktik termal), (e)  citraan penciuman (olfaktori).
a.       Citraan penglihatan
Citraan penglihatan ialah jenis citraan yang sering yang menekankan pengalaman visual (penglihatan) yang dialami pengarang kemudian diformulasikan ke dalam rangkaian kata yagn seringkali metaforis dan simbolis.
b.      Citraan pendengaran
Sedangkan citraan pendengaran merupakan pelukisan bahasa yag merupakan perwujudan dari pengalaman pendengaran (audio). Citraan pendengaran karena itu, juga memberi rangsangan kepada indera pendengaran sehingga mengusik imajinasi pembaca untuk memahami  teks sastra secara lebih utuh.
c.       Citraan penciuman
Citraan penciuman ialah penggambaran yang diperoleh  melalui pengalaman indera penciuman. Selanjutnya citraan jenis ini dapat menbangkitkan emosi penciuman pembaca untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh atas pengalaman indera yang lain.
d.      Citraan perabaan
Citraan perabaan ialah penggambaran atau pembayangan dalam cerita yang diperoleh melalui pengalaman indera perabaan. Citraan perabaan seringkali menggambarkan bagaimana secara “erotik” dan “sensual” dapat menamcing imajinasi pembaca.
e.       Citraan gerak.
Citraan ini menggambarkan sesuatu yng sesungguhnya tidak bergerak, tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak, ataupun gambar gerak pada umumnya.citraan demikian, seringkali dapat menggambarkan sesuatu lebih dinamis dalam karya fiksi.

C.     Gaya Bahasa sebagai Sarana Pencitraan
Salah satusarana dalam mewujudkan citraan yang dilakukan pengarang ialah dengan menggunakan gaya bahasa. Gaya bahasa karena itu, merupakan sarana strategis  yang sering kali dipilih penggarang untuk mengungkapkan pengalaman kejiwaannya ke dalam karya fiks.

Majas (figurative language) dipergunakan pengarang untuk membangkitkan imajinasi pembaca atau pendengarnya. Fungsi puitis figurative language ialah dapat memperjelas, menjadikan sesuatu lebih menarik, dan memberikan daya hidup dalam karya sastra.

Pada umumnya majas (figurative language)  dikelompokkan menjadi tiga (i) majas perbandingan, (ii) majas pertentangan, dan (iii) majas pertautan.
a.       Alegori
Alegori merupakan jenis gaya bahasa yang menyatakan seseuatu hal dengan perlambang. Perlambang yang dimaksudkan dalam gaya bahasa ini adalah perlambangan dengan perbandingan penuh.
Contoh: Perkawinan adalah perjalanan mengarungi samudera.

b.      Alusio
Alusio merupakan gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan ungkapan atau peribahasa yang sudah lazim diketahui orang.
Contoh: mengapa sejak tadi, kamu mengantang asap saja? 

c.       Anapora
Anapora merupakan gaya bahasa yang mempergunakan kata atau frase yang sama di depan larik-larik (kalimat-kalimat sebelumnya) secara berulang-ulang.
Contoh:          kalau’lah diam malam kelam
Kalau’lah tenang sawang yang lapang
Kalau’lah lelap orang di lawang

d.      Antitesis
Antitesis merupakan gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata secara berlawanan.
Contoh: Tua muda, besar kecil, kaya miskin berbondong menhadiri perayaan hari kemerdekaan di alun-alun.

e.       Antonomasia
Antonomasia merupakan gaya bahasa perbandingan dengan jalan menyebutkan nama lain terhadap seseorang sesuai dengan sifatnya.
Contoh: Si bloon sudah pulang dari luar negeri.

f.       Asindenton
Asindenton merupakan gaya bahasa yang menyatakan beberapa benda, hal,  atau keadaan secara berturut-turut tanpa menggunakan kata konjungsi (penghubung).
Contoh: Ia terperanjat, terduduk, berdiri dari empat duduknya.

g.      Asosiasi
Asosiasi merupakan gaya bahasa yang memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan/gambaran dan sifatnya.
Contoh: Semangatnya keras bagaikan baja.

h.      Enumerasia
Enumerasia merupakan gaya bahasa penegasan dengan melukiskan satu peristiwa agar kelseluruhan maksud kalimat lebih jelas dan lugas. Contoh: angin berhembus, laut tenang, bulan memancara lagi.

i.        Epipora
Epipora merupakan gaya bahasa paralelisme yang menempatkan kata atau kelompok kata (frase yang sama pada akhir larik dalam puisi secara berulang-ulang). Contoh:
Kalau kau mau, aku akan datang
Jika kau kehendaki, aku akan datang
Bila kau minta, aku akan datang

j.        Hiperbola
Hiperboal merupakan  gaya bahasa yang dipakai untuk melukiskan sesuatu keadaan secara berlebihan daripada sesungguhnya. Contoh: hatiku terbakar, kepalaku pecah, nadiku putus, mendengar dia memutuskan cinta.
k.      Interupsi
Interupsi merupakan gaya bahasa penegasan dengan mempergunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan diantara kalimat pokok guna lebih memperjelas  dan menekankan bagian kalimat sebelumnya.
Contoh: perempuan desa, yang lugu dan hanya mengerti cinta sejati, tertipu oleh lelaki hidung belang.

l.        Ironi
Merupakan gaya bahasa sindiran yang menyatakan sebaliknya dengan maksud menyindir. Contoh: merdu benar suaramu.

m.    klimak
Merupakan gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal secara beturut-turut, makin lama makin memuncak intensitasnya. Contoh: sejak kecil, dewasa, sampai tua lelaki itu terus sengsara.

n.      Koreksio
Koreksio termasuk gaya bahasa penegasan, yang ebrupa pembetulan (koreksi) kembali atas kata-kata yang salahatau sengaja dikemukakan sebelumnya. Contoh: kaki anak yang kecelakaan itu retak, ah tidak retak, tetapi sudah patah.

o.      Metafora
Merupakan gaya bahasa yang menyatakan sebagian hal yang sama atau seharga dengan yang lain, yang sesungguhnya tidaklah sama.
Contoh: meninggalkannya seseorang merupakan halaman terakhir dari buku hidupnya.

p.      Metonimia
Gaya bahasa ini berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau pengguaan sesuatu sangatdekat berhubungan dengan untuk menggantikan objek. Contoh: ia naik honda ke kantor.

q.      Parabel
Gaya bahasa perbandingan dengan mempergunakan perumpamaan dalam hidup. Contoh: bagawat Gita, mahabarata mengandung gaya bahasa ini.

r.        Paradoks
Gaya bahasa pertentangan yang hanya kelihatan pada arti kata yang berlawanan padahal sesungguhnya objeknya berlainan. Contoh: ia merasa kesepian di tengah keramaian kota.

s.       Personifikasi
Yang perbandingan yang membandingkan benda mati atau tidak bergerak seolah-olah bernyawa dan dopat berperilaku seperti manusia. Contoh: matanya berkata, hanya dialah lelaki yang dicintainya.

t.        Polisindenton.
Gaya bahasa penegasan dengan menyebutkan beberapa benda, hal, atau keadaan secara beturut-turut dengan mempergunakan kata sambung. Contoh: ia terduduk, lalu berdiri, kemudian berjalan-jalan kecil sambil melepas amarah.

u.      Prifase
Gaya bahasa perbandingan dengan mengganti sebuah kata dengan beberapa kata atau kalimat. Contoh: kami baru datang sore ini. Menjadi: kami baru datang ketiak sinar matahasi sudah tenggelam di ufuk timur.

v.      Repetisi
Gaya bahasa penegasan dengan jalan mengulang sepatah kata berkali-kali dalam kalimat yang lain biasanya digunakan oleh ahli retorika (orator).
Contoh: kita hidup butuh cinta, kita butuh kaish sayang, kita butuh sesama.

w.    Retoris
Retoris merupakan gaya bahasa yang mempergunakan kalimat tanya yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban. Contoh: siapa yang ikhlas menjadi orang miskin?.

x.      Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang paling kasar dengan mempergunakan kata-kata tertentu yang cenderung tidak sopan. Contoh: lelaki itu, anjing, yang tidak pernah tahu balas budi.

y.      Simetri
Gaya bahasa yang menyatakan kalimat dengan kalimatyang lain tetapi isinya sebanding. Contoh: anak itu dididik, Gaya bahasa yang menyatakan kalimat dengan kalimatyang lain tetapi isinya sebanding. Contoh: anak itu dididik, anak itu dituntun dan diajari ke arah kebaikan.

z.       Sinekdoce
Gaya bahasa ini terdiri dari pars prototo (sebagian untuk keseluruhan) dan totem to parte (keseluruhan untuk sebagian). Gaya bahasa itu sendiri merupakan bahasa kiasan yang menyebutkan sesuatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri.


























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya, dapat kita simpulkan sebagai berikut:
a.       Stilistika (style) itu merupakan gaya bahasa termasuk didalamnya pilihan gaya pengekspersian  seseorang pengarang untuk menuangkan apa yang dimaksudkan yang  bersifat individual dan kolektif.
b.      Citraan didasarkan pada pengalaman kelima indera. Kelima indera itu meliputi (a) citraan penglihatan (visual), (b) citraan pendengaran (auditoris), (c)  citraan gerak (kinestietik), (d) citraan rabaan ( taktik termal), (e)  citraan penciuman (olfaktori).
c.       Majas (figurative language) dipergunakan pengarang untuk membangkitkan imajinasi pembaca atau pendengarnya. Fungsi puitis figurative language ialah dapat memperjelas, menjadikan sesuatu lebih menarik, dan memberikan daya hidup dalam karya sastra.

B.     Saran
Setelah mempelajari stilistika tentunya kita akan lebih mengetahui apa saja yang dibicarakan didalamnya. Dengan bertambahnya pengetahuan itu kita bisa mempergunakan dan menuangkan ke dalam karya sastra agar karya satra yang dihasilkan akan lebih menarik dan memberi daya hidup dalam karya sastra.






DAFTAR PUSTAKA

Sutejo. 2010. Stilistika: Teori, Aplikasi & Alternatif pembelajarannya. Depok Sleman Jogjakarta. Pustaka Felicha
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar