MAKALAH STILISTIKA
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Stilistika
Dosen pengampu:
Peny Nur Hidayati, S. Pd.
Oleh :
Johan Edy
Raharjo
(
0921104090 )
PBSI
2009 R/D
SEKOLAH TINGGI
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
STKIP
PGRI PONOROGO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di dalam poses kehidupan ini, setiap
manusia mempunyai pemikiran-pemikiran yang cemerlang dan beraneka ragam.
Ide-ide itu muncul di setiap benak mereka yang mau berpikir. Di berbagai bidang
kehidupan masing-masing, salah satunya dalam dunia sastra. Para sastrawan
memuangkan ide-ide kreatifnya dalam bentuk tulisan. Dalam menuangkan karya
sastra ke dalam bentuk tulisan tidak lepas dari style atau gaya. Para pengarang
mempergunakan gaya bahasa dalam mengungkapkan ide atau gagasannya dalam bentuk
tulisan untuk mendapat hasil yang lebih baik dan kaya akan makna yang
terkandung didalamnya. Penggunaan gaya bahasa, citraan, pemilihan kata serta
pengolahan kata dalam bentuk kalimat dalam karya sastra bisa dipahami melalui
stilistika. Stilistika sebagai cabang ilmu sastra yang meneliti gaya (style)
dalam karya sastra.
Gaya
bahasa sering juga disebut majas banyak dijumpai dalam karya sastra, dengan
digunakannya majas, pencitraan dan pengolahan kata yang tepat untuk menuangkan
ide kreatif pengarang akan menggambarkan sesuatu yang tepat dan lebih mendalam
sehingga akan menampilkan ide tertentu sesuai dengan
gagasan dan pemikirannya.
B.
Rumusan
masalah
a. Apa
yang dimaksud stilistika?
b. Ada
berapa macam pencitraan?
c. Apa
fungsi gaya bahasa?
C.
Tujuan
a. Untuk
mengetahui tentang pengertian stilistika.
b. Untuk
mendeskripsikan macam-macam pencitraan.
c. Untuk
mendeskripsikan fungsi gaya bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Stilistika
Stilistika atau stylistics (bahasa
Inggris) adalah ilmu tentang style. Sedangkan stilistiak menurut Rene Wellek
dan Austin Warren, mencakup semua teknik yang dipakai untuk tujuan ekspresi
tertentu, dan meliputi wilayah yang
lebih luas dari sastra atau retorika. Sedangkan Sudiro Satoto mendefinisikannya
sebagai bidang linguistik yang
mengemukakan teori dan metodologi pengkajian dan penganalisisan formal sebuah
teks sastra, termasuk dalam pengertiannya yang extended. Extended artinya suatu
sifat pandangan yang mencakup bidang
kajian yang menggunakan bahasa sebagai unsur penting dan menerima teori
linguistik sebagai sesuatu yang amat relevan.
Pada
hakikatnya dapatlah dipahami style sebagai sarana kebahasaan yang dipergunakan
pengarang (penyair) dalam pengucapannya.
Dengan kata lain, style dapat disepakati sebagai sebuah sarana retoris; sebagai
cara mengekspresikan keindahan, sebagai bentuk mengungkapan sesuatu yang akan
dikemukakan.
Style
sesungguhnya ditandai oleh ciri-ciri
formal kebahasaan seperti dalam
pemilihan diksi, sstruktur kalimat, bahasa figuratif, penggunaan penanda
kohesi, perlambangan, metafora, dan lain-lain. Penulisan karya sastra tidak
terlepas dari persoalan style. Style itu ditulis pengarang memang untuk tujuan
estetis, dan dalam konteks kesastraan
dilakukan untuk menuansakan estetika sebuah karya. Beberapa pengertian
gaya (style) sebagaimana dikemukakan Enkwist dalam Umar Junus yang menyebutkan
terdapat enam pengertian gaya :
a. Bungkus
yang membungkus inti pemikiran atau pernyataan yang telah ada sebelumnnya;
b. Pilihan
antara brbagai-bagai pernyataan yang mungkin;
c. Sekumpulan
ciri-ciri pribadi;
d. Penyimpangan
daripada norma atau kaedah;
e. Sekumpulan
ciri-ciri kolektf;
f. Hubungan
antara satu bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas daripada sebuah
ayat;
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa
style itu merupakan gaya bahasa termasuk didalamnya pilihan gaya
pengekspersian seseorang pengarang untuk
menuangkan apa yang dimaksudkan yang
bersifat individual dan kolektif
B.
Pencitraan
Citraan didasarkan pada pengalaman
kelima indera. Kelima indera itu meliputi (a) citraan penglihatan (visual), (b)
citraan pendengaran (auditoris), (c) citraan
gerak (kinestietik), (d) citraan rabaan ( taktik termal), (e) citraan penciuman (olfaktori).
a. Citraan
penglihatan
Citraan
penglihatan ialah jenis citraan yang sering yang menekankan pengalaman visual
(penglihatan) yang dialami pengarang kemudian diformulasikan ke dalam rangkaian
kata yagn seringkali metaforis dan simbolis.
b. Citraan
pendengaran
Sedangkan
citraan pendengaran merupakan pelukisan bahasa yag merupakan perwujudan dari
pengalaman pendengaran (audio). Citraan pendengaran karena itu, juga memberi
rangsangan kepada indera pendengaran sehingga mengusik imajinasi pembaca untuk
memahami teks sastra secara lebih utuh.
c. Citraan
penciuman
Citraan
penciuman ialah penggambaran yang diperoleh
melalui pengalaman indera penciuman. Selanjutnya citraan jenis ini dapat
menbangkitkan emosi penciuman pembaca untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh
atas pengalaman indera yang lain.
d. Citraan
perabaan
Citraan
perabaan ialah penggambaran atau pembayangan dalam cerita yang diperoleh
melalui pengalaman indera perabaan. Citraan perabaan seringkali menggambarkan
bagaimana secara “erotik” dan “sensual” dapat menamcing imajinasi pembaca.
e. Citraan
gerak.
Citraan
ini menggambarkan sesuatu yng sesungguhnya tidak bergerak, tetapi dilukiskan
sebagai dapat bergerak, ataupun gambar gerak pada umumnya.citraan demikian,
seringkali dapat menggambarkan sesuatu lebih dinamis dalam karya fiksi.
C.
Gaya Bahasa sebagai Sarana Pencitraan
Salah satusarana dalam mewujudkan
citraan yang dilakukan pengarang ialah dengan menggunakan gaya bahasa. Gaya
bahasa karena itu, merupakan sarana strategis
yang sering kali dipilih penggarang untuk mengungkapkan pengalaman kejiwaannya
ke dalam karya fiks.
Majas
(figurative language) dipergunakan pengarang untuk membangkitkan imajinasi
pembaca atau pendengarnya. Fungsi puitis figurative language ialah dapat
memperjelas, menjadikan sesuatu lebih menarik, dan memberikan daya hidup dalam
karya sastra.
Pada
umumnya majas (figurative language)
dikelompokkan menjadi tiga (i) majas perbandingan, (ii) majas
pertentangan, dan (iii) majas pertautan.
a. Alegori
Alegori
merupakan jenis gaya bahasa yang menyatakan seseuatu hal dengan perlambang.
Perlambang yang dimaksudkan dalam gaya bahasa ini adalah perlambangan dengan
perbandingan penuh.
Contoh:
Perkawinan adalah perjalanan mengarungi
samudera.
b. Alusio
Alusio
merupakan gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan ungkapan atau peribahasa
yang sudah lazim diketahui orang.
Contoh:
mengapa sejak tadi, kamu mengantang asap
saja?
c. Anapora
Anapora
merupakan gaya bahasa yang mempergunakan kata atau frase yang sama di depan
larik-larik (kalimat-kalimat sebelumnya) secara berulang-ulang.
Contoh: kalau’lah diam malam kelam
Kalau’lah
tenang sawang yang lapang
Kalau’lah
lelap orang di lawang
d. Antitesis
Antitesis
merupakan gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata secara berlawanan.
Contoh:
Tua muda, besar kecil, kaya miskin berbondong
menhadiri perayaan hari kemerdekaan di alun-alun.
e. Antonomasia
Antonomasia
merupakan gaya bahasa perbandingan dengan jalan menyebutkan nama lain terhadap
seseorang sesuai dengan sifatnya.
Contoh:
Si bloon sudah pulang dari luar negeri.
f. Asindenton
Asindenton
merupakan gaya bahasa yang menyatakan beberapa benda, hal, atau keadaan secara berturut-turut tanpa
menggunakan kata konjungsi (penghubung).
Contoh:
Ia terperanjat, terduduk, berdiri dari
empat duduknya.
g. Asosiasi
Asosiasi
merupakan gaya bahasa yang memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang
sesuai dengan keadaan/gambaran dan sifatnya.
Contoh:
Semangatnya keras bagaikan baja.
h. Enumerasia
Enumerasia
merupakan gaya bahasa penegasan dengan melukiskan satu peristiwa agar
kelseluruhan maksud kalimat lebih jelas dan lugas. Contoh: angin berhembus, laut tenang, bulan memancara lagi.
i.
Epipora
Epipora
merupakan gaya bahasa paralelisme yang menempatkan kata atau kelompok kata
(frase yang sama pada akhir larik dalam puisi secara berulang-ulang). Contoh:
Kalau kau mau,
aku akan datang
Jika kau
kehendaki, aku akan datang
Bila kau minta,
aku akan datang
j.
Hiperbola
Hiperboal
merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk
melukiskan sesuatu keadaan secara berlebihan daripada sesungguhnya. Contoh: hatiku terbakar, kepalaku pecah, nadiku
putus, mendengar dia memutuskan cinta.
k. Interupsi
Interupsi
merupakan gaya bahasa penegasan dengan mempergunakan kata-kata atau bagian
kalimat yang disisipkan diantara kalimat pokok guna lebih memperjelas dan menekankan bagian kalimat sebelumnya.
Contoh:
perempuan desa, yang lugu dan hanya
mengerti cinta sejati, tertipu oleh lelaki hidung belang.
l.
Ironi
Merupakan
gaya bahasa sindiran yang menyatakan sebaliknya dengan maksud menyindir.
Contoh: merdu benar suaramu.
m. klimak
Merupakan
gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal secara beturut-turut, makin lama makin
memuncak intensitasnya. Contoh: sejak
kecil, dewasa, sampai tua lelaki itu terus sengsara.
n. Koreksio
Koreksio
termasuk gaya bahasa penegasan, yang ebrupa pembetulan (koreksi) kembali atas
kata-kata yang salahatau sengaja dikemukakan sebelumnya. Contoh: kaki anak yang kecelakaan itu retak, ah
tidak retak, tetapi sudah patah.
o. Metafora
Merupakan
gaya bahasa yang menyatakan sebagian hal yang sama atau seharga dengan yang
lain, yang sesungguhnya tidaklah sama.
Contoh:
meninggalkannya seseorang merupakan
halaman terakhir dari buku hidupnya.
p. Metonimia
Gaya
bahasa ini berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau pengguaan sesuatu
sangatdekat berhubungan dengan untuk menggantikan objek. Contoh: ia naik honda ke kantor.
q. Parabel
Gaya
bahasa perbandingan dengan mempergunakan perumpamaan dalam hidup. Contoh:
bagawat Gita, mahabarata mengandung gaya bahasa ini.
r.
Paradoks
Gaya
bahasa pertentangan yang hanya kelihatan pada arti kata yang berlawanan padahal
sesungguhnya objeknya berlainan. Contoh:
ia merasa kesepian di tengah keramaian kota.
s. Personifikasi
Yang
perbandingan yang membandingkan benda mati atau tidak bergerak seolah-olah
bernyawa dan dopat berperilaku seperti manusia. Contoh: matanya berkata, hanya dialah lelaki yang dicintainya.
t.
Polisindenton.
Gaya
bahasa penegasan dengan menyebutkan beberapa benda, hal, atau keadaan secara
beturut-turut dengan mempergunakan kata sambung. Contoh: ia terduduk, lalu berdiri, kemudian berjalan-jalan kecil sambil
melepas amarah.
u. Prifase
Gaya
bahasa perbandingan dengan mengganti sebuah kata dengan beberapa kata atau
kalimat. Contoh: kami baru datang sore
ini. Menjadi: kami baru datang ketiak sinar matahasi sudah tenggelam di ufuk
timur.
v. Repetisi
Gaya
bahasa penegasan dengan jalan mengulang sepatah kata berkali-kali dalam kalimat
yang lain biasanya digunakan oleh ahli retorika (orator).
Contoh:
kita hidup butuh cinta, kita butuh kaish
sayang, kita butuh sesama.
w. Retoris
Retoris
merupakan gaya bahasa yang mempergunakan kalimat tanya yang sebenarnya tidak
memerlukan jawaban. Contoh: siapa yang
ikhlas menjadi orang miskin?.
x. Sarkasme
Gaya
bahasa sindiran yang paling kasar dengan mempergunakan kata-kata tertentu yang
cenderung tidak sopan. Contoh: lelaki
itu, anjing, yang tidak pernah tahu balas budi.
y. Simetri
Gaya
bahasa yang menyatakan kalimat dengan kalimatyang lain tetapi isinya sebanding.
Contoh: anak itu dididik, Gaya bahasa yang menyatakan kalimat dengan
kalimatyang lain tetapi isinya sebanding. Contoh: anak itu dididik, anak itu dituntun dan diajari ke arah kebaikan.
z. Sinekdoce
Gaya
bahasa ini terdiri dari pars prototo (sebagian untuk keseluruhan) dan totem to
parte (keseluruhan untuk sebagian). Gaya bahasa itu sendiri merupakan bahasa
kiasan yang menyebutkan sesuatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk
benda atau hal itu sendiri.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada bab
sebelumnya, dapat kita simpulkan sebagai berikut:
a. Stilistika
(style) itu merupakan gaya bahasa termasuk didalamnya pilihan gaya
pengekspersian seseorang pengarang untuk
menuangkan apa yang dimaksudkan yang
bersifat individual dan kolektif.
b. Citraan
didasarkan pada pengalaman kelima indera. Kelima indera itu meliputi (a)
citraan penglihatan (visual), (b) citraan pendengaran (auditoris), (c) citraan gerak (kinestietik), (d) citraan
rabaan ( taktik termal), (e) citraan
penciuman (olfaktori).
c. Majas
(figurative language) dipergunakan pengarang untuk membangkitkan imajinasi
pembaca atau pendengarnya. Fungsi puitis figurative language ialah dapat
memperjelas, menjadikan sesuatu lebih menarik, dan memberikan daya hidup dalam
karya sastra.
B.
Saran
Setelah
mempelajari stilistika tentunya kita akan lebih mengetahui apa saja yang
dibicarakan didalamnya. Dengan bertambahnya pengetahuan itu kita bisa
mempergunakan dan menuangkan ke dalam karya sastra agar karya satra yang
dihasilkan akan lebih menarik dan memberi daya hidup dalam karya sastra.
DAFTAR
PUSTAKA
Sutejo. 2010. Stilistika: Teori, Aplikasi & Alternatif
pembelajarannya. Depok Sleman Jogjakarta. Pustaka Felicha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar