Selamat Datang

Mari berbagi ilmu, saling melengkapi. jika ada kesalahan saling membenahi.

Selasa, 09 Juni 2015

Analisis Sosiologis



ANALISIS SOSIOLOGIS
DRAMA PEACE KARYA PUTU WIJAYA


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah kajian drama





Disusun Oleh :
Johan Edy Raharjo
(0921104090)
PBSI 2009/R/D


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
STKIP PGRI PONOROGO
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berbicara mengenai sastra tentunya tak akan ada habisnya. Banyak sekali pengertian mengenai sastra. Sastra merupakan karya imajinatif, sastra adalah sebuah penciptaan, hasil kreatifitas. Sastra adalah ekspresi atau ungkapan jiwa yang disampaikan dengan medium bahasa yang berisi tentang pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat, keyakinan, kepercayaan, dan lain-lain. Pengertian sastra diterapkan pada seni sastra. Memberikan pengertian pada objek puisi, cerpen, novel, dan drama. Genre-genri sastra ini sering disebut fiksi (fiction). Dalam konteks ini sering diungkapkan sastra adalah ekspresi jiwa yang diungkapkan secara tidak langsung. Sastra adalah karya kreatif yang berisi aspirasi masyarakat yang tidak mungkin diungkapkan di depan umum (Sujarwoko,2009:2). Sedangkan menurut Buku Praktis Bahasa Indonesia (2003:109), sastra ialah karya tulis yang jika dibandingkan dengan karya tulis yang lain, memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, kearttistikan, serta keindahan dalam isi dan ungkapannya. Ada tiga aspek yang harus ada dalam sastra, yaitu keindahan, kejujuran, dan kebenaran. Kalau ada sastra yang mengorbankan salah satu aspek ini, misalnya karena alasan komersial, maka sastra itu kurang baik.
Drama, salah satu bagian dari sastra yang dipentaskan, dipentaskan oleh beberapa tokoh yang memiliki peran karakter sesuai yang dituangkan dalam naskah yang akan dipentaskan. Dalam drama yang ditampilkan memiliki beberapa pesan yang disampaikan, baik secara tersurat maupun tersirat. Dengan adanya pementasan drama yang ditampilkan kepada publik diharapkan pesan-pesan yang terkandung didalamnya bisa tersampaikan.
Sastra sangat erat dengan kehidupan sosial, antara sastra dengan kehidupan sosial saling melengkapi. Sastra merupakan refleksi masyarakat  yang dipengaruhi oleh kondisi sejarah. Eagleton (dalam Zainudin Fananie,2000)
Maka dari itu, dalam kajian ini penulis mengaji naskah drama Peace  karya Putu Wijaya dengan teori kajian Sosiologi.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam kajian ini adalah Bagaimana cerminan masyarakat saat ini dan tipu daya dalam drama  Peace  karya Putu Wijaya?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan kajian ini adalah Mendeskripsikan cerminan masyarakat saat ini  dan tipu daya dalam drama  Peace  karya Putu Wijaya.
BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Konsep Sosiologi dan sastra
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang obje studinya  berupa aktifitas sosial manusia. Sastra merupakan karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia. Dengan demikian, antara sastra dengan sosiologi  sebenarnya merupakan dua bidang yang berbeda, tetapi keduanya saling melengkapi. Sosiologi tidak hanya menghubungkan manusia dengan lingkungan sosial budayanya, tetapi juga dengan alamkejian sosiologi sastra menonjol adalah yang dilakukan kaum marxisme yang mengemukakan bahwa sastra adalah refleksi masyarakat yang dipengaruhi oleh kondisi sejarah, Eagleton dalam  (Zainuddin fananie,2000).
Menurut Laurenson (dalam Zainuddin Fananie,2000) terdapat tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra.
a.       Perspektif yang memandang sastra sebagai dokumen sosial yang didalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan.
b.      Perspektif yang mencerminkan situasi sosial penulisnya, dan
c.       Model yang dipakai karya sastra tersebut sebagai manifestasi kondisi sosial budaya atau peristiwa sejarah.




PEMBAHASAN

Cerminan masyarakat dan tipu daya dalam drama Peace karya Putu Wijaya.
Sering kali pengarang dalam proses kreatifnya mengambil ide dari kehidupan sosial kemasyarakatan, melukiskan kehidupan masyarakat dalam sebuah karya yang nantinya kan ditampilkan. Pengarang mengambil sebuah peristiwa yang sering terjadi di dalam kehidupan dan mengemas sedemikian rupa agar karya yang dihasilkan dapat memberikan sebuah kesan, memberi hiburan, juga memberikan sebuah pesan yang nantinya akan menjadi bahan untuk koreksi diri. dalam drama Peace  ini, pengarang menampilkan sebuah cerita yang sering terjadi dalam kehidupan sehari hari, misalnya saja tokoh pemburu jahat, tokoh pemburu jahat ini tentunya ada dalam kehidupan sehari hari, pemburu jahat, pasti memiliki peran, sifat dan perilaku yang jahat seperti dalam kutipan berikut ini
“Seratus tahun aku berburu
Tidak satu pun dapat mangsa
Kalau hari ini nasibku masih sial
Alamat dipecat senjataku dirampas
Maka aku marah darahku panas
Oiiiiii ke mana binatang itu pergi
Kenapa rimba selalu melindungi”

Aha itu dia yang aku cari
Binatang gendut bodoh dan rakus
Harus aku tembak tapi peluru habis
Jadi lebih baik aku jerat
Nanti aku pamerkan keliling dunia
Aku akan kaya raya dan kuasai semesta

Dari kutipan diatan dangatlah jelas, bahwa tokoh pemburu jahat dalam drama Peace  memiliki sifat yang buruk, jahat, rakus, menginginkan sebuah kekuasaan.

Mangsa, mangsa, mangsa
Astaga itu dia telur yang aku cari
Daripada induknya yang sudah tua bangka
Lebih baik anaknya yang masih remaja
Akan kujadikan dia budak dan mesin duit


Kekuasaan, kekayaan itulah yang dicari oleh pemburu jahat. Secara tidak langsung, dalam drama ini pengarang menampilkan sebuah perilaku manusia di bumi ini sebagai orang yang haus akan kekuasaan, kekayaan dalam hidupnya, walaupun dengan cara yang merusakpun dilakukan, tanpa adanya pemikiran yang matang, pemikiran mengenai halal taupun haram jalan yang ditempuh. Menerobos batasan-batasan yang ada. Melanggar peraturan-peraturan yang seharusnya dilaksanakan.
            Tokoh pemburu identik dengan orang-orang yang memburu kekuasaan, jabatan, misalnya sebagai bupati, gubernur, presiden, menteri, DPR ataupun wakil rakyat lainnya, semua itu diburu dengan berbagai alasan, salahsatunya kekuasaan. Berikut ini merupakan gambaran tentang perilaku tokoh pemburu jahat

“Jangan lari, aku ini orang baik hati
Akan kutolong kau lahir
Aku jaga dan berikan susu yang banyak enersi
Kau akan cepat besar dan senang
Sebab aku dermawan jujur dan ikhlas
Ayo jangan lari menyerahlah!”

Dengan berbagai janji-janji yang sebenarnya hanyalah sebagai penghalus dan pelancar sebuah tindakan yang dilakukan. Ketamakan, kerakusan juga digambarkan dalam kutipan berikut ini

“Telor, telor, siapa tidak doyan telor
Telor sebesar gajah, cukup buat sarapam satu tahun
Telor akan bikin aku kaya raya
Telor akan bikin aku berkuasa
Sukses besar karena aku pemburu perkasa”

Terkadang, para wakil rakyat hanyalah memiliki janji-janji kosong, janji manis disaat menginginkan sesuatu, yakni pada saat mencalonkan diri, namun setelah menjadi wakil maka janji yang pernah diucapkan hanyalah kata manis di bibir saja.
Betul, suaranya juga dibuat-buat, dia pintar bersandiwara, seperti wakil-wakil rakyat yang edhan-edahan rebutan kursi dan rezeki

“angan begitu. Katanya kerjasama suka menolong. Aku Pemburu Perkasa tapi sudah tua. Ini telur harus dibawa pulang untuk oleh-oleh. Tolong semua ikut angkat, supaya aku cepat sampai ke rumah. Kalau tidak aku bisa dipecat. Lihat aku tidak berdaya.”

“Ha-ha-ha-ha, itu ketawa kemenangan. Hi-hi-hi – itu ketawa kesuksesan. Hu-hu-hu, itu ketawa karena kamu bodo kebo. He-he-he-he, itu ketawa pahit karena aku kehilangan telor. Tapi tidak apa kamu semua anak-anak dunia jadi gantinya. Kamu semua akan aku jual. Jantungmu, hatimu, limpamu, matamu akan aku copot satu per satu, lalu dijual harganya lagi tinggi sekali. Ha-ha-ha, hi-hi-hi, hu-hu-hu, he-he-he aku”

”hebuuuuuaaaaaaaat!!!
Siapa kuat dia menang
Siapa jahat dia senang
Aku kaya aku kuasa
Aku ngetop terus nonstop”

Sedangkan tokoh raksasa gimbal, anak raksasa gimbal, telur, anak dunia merupakan cerminan dari msyarakat yang mudah ditipu, di perdaya karena kurangnya pengetahuan, kurangnya persatuan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut ini

“Ini bukan senjata, ini tongkat besi untuk bela diri kalau ada penjahat, anakku, aduhhhhh tolong, tolong kasihan orang tua ini, aku yatim piatu”

Rakyat yang banyak jumlahnya, digambarkan sebagai raksasa besar, namun tidak memiliki kekuatan yang bisa menghancurkan sebuah kekuasaan. Diakhir drama, sebuah persatuan antara raksasa, telur dan anak dunia mengalahkan pemburu jahat.

Tolonggggggg! Tolongggggggg!
Pemburu jahat lari kearah penonton menjerit ketakutan lalu kabur keluar gedung sambil berteriak-teriak ketakutan.


Dengan demikian, bagaimanapun sebuah kejahatan, kekuasaan, tipu daya dapat di kalahkan dengan adanya persatuan.



KESIMPULAN

Dari kajian drama Peace  karya Putu Wijaya dapat kita simpulkan sebagai berikut:
Perilaku manusia, penguasa, pemburu kekuasaan dalam drama Peace  karya Putu Wijaya mencerminkan kehidupan sosial, politih yang ada di negara ini. Tipu daya yang dilakukan dengan berbagai kedok tentu akan terbongkar.



DAFTAR PUSTAKA


Buku Praktis Bahasa Indonesia jilid I. 2003. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Sujarwoko. Materi perkuliahan “Teori Sastra I” Program S-1 Bahasa dan Sastra Angkatan 2009, Kediri. Tidak diterbitkan.
Wijaya,Putu. 2008. Peace.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar